ASSALAMUALAIKUM SELAMAT DATANG
  • NIAT

    Pengertian Niat Niat secara Etimologi (Arab: نية Niyyat) yaitu hati menyengaja secara sadar terhadap apa yang dituju (dimaksud) mengerjakannya. Orang Arab menggunakan kata-kata niat dalam arti ‘sengaja’.
    Terkadang niat juga digunakan dalam pengertian sesuatu yang dimaksudkan atau disengajakan. Dalam terminologi syar'i berarti adalah keinginan melakukan...

  • THAHARAH

    1. Pengertian ThaharahTaharah menurut bahasa berasal dari kata (Thohur), artinya bersuci atau bersih. Baik itu suci dari kotoran lahir dan batin berupa sifat dan perbuatan tercela.
    Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata bersih memiliki beberapa makna, antara lain:1.Bebas dari kotoran2.Bening...

  • SHALAT SUNNAH

    Pengertian Salat Sunnah Salat sunah atau salat nawafil (jamak: nafilah) adalah salat yang dianjurkan untuk dilaksanakan namun tidak diwajibkan sehingga tidak berdosa bila ditinggalkan dengan kata lain apabila dilakukan dengan baik dan benar serta penuh ke ikhlasan akan tampak hikmah dan rahmat dari Allah...

  • THAHARAH NAJIS

    Pengertian Najis Menurut bahasa, Najis berasal dari bahasa Arab yaitu ( ‫(نجس‬yang artinya kotor. Menurut istilah Najis adalah setiap kotoran yang mencegah sahnya shalat, dalam keadaan tidak ada rukhsah. Jenis-Jenis Najis Berdasarkan Tingkatannya dan Cara Mensucikannya Najis berdasarkan tingkatannya dibedakan menjadi tiga, yaitu : 1. Najis Ringan...

  • MENGURUS JENAZAH

    Pengurusan Jenazah Berkaitan dengan masalah pengurusan jenazah, ada 4 kewajiban terhadap jenazah yang mesti dilakukan oleh orang yang hidup. Empat hal ini dihukumi fardhu kifayah, artinya harus ada sebagian kaum muslimin yang melakukan hal ini terhadap mayit. Jika tidak, semuanya terkena dosa. Empat hal yang mesti dilakukan terhadap mayit...

  • SHALAT DALAM KEADAAN DARURAT

    PENGERTIAN SHALAT Menurut bahasa shalat artinya adalah berdoa, sedangkan menurut istilah shalat adalah suatu perbuatan serta perkataan yang dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam sesuai dengan persyaratkan yang ada. Shalat merupakan rukun perbuatan yang paling penting di antara rukun Islam yang lain sebab ia mempunyai pengaruh yang...

Rabu, 20 Desember 2017

 Hasil gambar untuk mengurus jenazah

Pengurusan Jenazah

Berkaitan dengan masalah pengurusan jenazah, ada 4 kewajiban terhadap jenazah yang mesti dilakukan oleh orang yang hidup. Empat hal ini dihukumi fardhu kifayah, artinya harus ada sebagian kaum muslimin yang melakukan hal ini terhadap mayit. Jika tidak, semuanya terkena dosa. Empat hal yang mesti dilakukan terhadap mayit oleh yang hidup adalah:

1. Memandikan;
2. Mengafani;
3. Menyolatkan;
4. Menguburkan.

Empat hal di atas hanya berlaku pada mayit muslim. Adapun mayit kafir, tidak dishalatkan baik kafir harbi maupun dzimmi. Boleh memandikan orang kafir, namun cuma dalam dua keadaan. Dan wajib mengafani kafir dzimmi dan menguburkannya, tetapi hal ini tidak berlaku bagi kafir harbi dan orang yang murtad. Adapun orang yang mati dalam keadaan ihram (sedang berumrah atau berhaji), jika dikafani, maka kepalanya tidak ditutup.

Kafir Harbi, yaitu kafir yg menjadi musuh Allah, musuh Rasulullah, dan musuh kaum Muslimin. Kafir ini selalu membenci Islam, dan senantiasa menumpahkan darah kaum Muslimin.

Kafir dzimmi, yaitu kafir yang tidak memusuhi Islam, sebaliknya, mereka adalah kafir yang tunduk kepada aturan negara Khilafah sebagai warga negara, meskipun mereka tetap dalam agama mereka.


Tata Cara Pengurusan Jenazah

A. Memandikan Jenazah

Setiap orang muslim yang meninggal dunia harus dimandikan, dikafani dan dishalatkan terlebih dahulu sebelum dikuburkan terkecuali bagi orang-orang yang mati syahid. Hukum memandikan jenazah orang muslim menurut jumhur ulama adalah fardhu kifayah. Artinya, kewajiban ini dibebankan kepada seluruh mukallaf di tempat itu, tetapi jika telah dilakukan oleh sebagian orang maka gugurlah kewajiban seluruh mukallaf. Adapun dalil yang menjelaskan kewajiban memandikan jenazah ini terdapat dalam sebuah hadist Rasulullah SAW, yakninya:

اَنَّ رَسُوْلُ اللهِ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قاَلَ فِى الْمُحْرِمِ الَّذِى وَقَصَتْهُ: اِغْسِلُوْهُ بِمَاءٍ وَسِدْرٍ
(رواه البخار 1208 ومسلم 1206)

Bahwasanya Rasulullah SAW bersabda mengenai orang yang melakukan ihram, yang dicampakkan oleh untanya: “Mandikanlah dia dengan air dan bidara.” (H.R. al-Bukhari: 1208, dan Muslim: 1206) Waqashathu: unta itu mencampakkannya lalu menginjak lehernya.

Adapun dalil yang menjelaskan kewajiban memandikan jenazah ini terdapat dalam sebuah hadist Rasulullah SAW, yakninya:

عن ا بن عبا س ا ن ا لنبي صلى ا لله عليه و سلم قا ل: فى ا لذ ي سقط عن ر ا حلته فماتا غسلو ه بما ء و سد ر   (رواه ا لبخرو مسلم)

Artinya: “Dari Ibnu Abbas, bahwasanya Nabi SAW telah bersabda tentang orang yang jatuh dari kendaraannya lalu mati, “mandikanlah ia dengan air dan daun bidara.” (H.R Bukhari dan Muslim)

Adapun beberapa hal penting yang berkaitan dengan memandikan jenazah yang perlu diperhatikan yaitu:

1. Orang yang utama memandikan jenazah

a. Untuk mayat laki-laki

Orang yang utama memandikan dan mengkafani mayat laki-laki adalah orang yang diwasiatkannya, kemudian bapak, kakek, keluarga terdekat, muhrimnya dan istrinya.

b. Untuk mayat perempuan

Orang yang utama memandikan mayat perempuan adalah ibunya, neneknya, keluarga terdekat dari pihak wanita serta suaminya.

c. Untuk mayat anak laki-laki dan anak perempuan


Untuk mayat anak laki-laki boleh perempuan yang memandikannya dan sebaliknya untuk mayat anak perempuan boleh laki-laki yang memandikannya.

d. Jika seorang perempuan meninggal sedangkan yang masih hidup semuanya hanya laki-laki dan dia tidak mempunyai suami, atau sebaliknya seorang laki-laki meninggal sementara yang masih hidup hanya perempuan saja dan dia tidak mempunyai istri, maka mayat tersebut tidak dimandikan tetapi cukup ditayamumkan oleh salah seorang dari mereka dengan memakai lapis tangan.[3] Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah SAW, yakninya:

اذ ما تت ا لمر أ ة مع ا لر جا ل ليس معحم ا مر أ ة غير ها و ا لر جل مع النسا ء ليس معهن ر جل غيره فأ نهما ييممان و يد فنا ن و هما بمنز لة من لم يجد ا لما ء 
(رواه ه بو داود و ا لبيحقى)
Artinya: “Jika seorang perempuan meninggal di tempat laki-laki dan tidak ada perempuan lain atau laki-laki meninggal di tempat perempuan-perempuan dan tidak ada laki-laki selainnya maka kedua mayat itu ditayamumkan, lalu dikuburkan, karena kedudukannya sama seperti tidak mendapat air.” (H.R Abu Daud dan Baihaqi)

2. Syarat bagi orang yang memandikan jenazah

a. Muslim, berakal, dan baligh
b. Berniat memandikan jenazah
c. Jujur dan sholeh
d. Terpercaya, amanah, mengetahui hukum memandikan mayat dan memandikannya sebagaimana yang diajarkan sunnah serta mampu menutupi aib si mayat.

3. Mayat yang wajib untuk dimandikan

a. Mayat seorang muslim dan bukan kafir
b. Bukan bayi yang keguguran dan jika lahir dalam keadaan sudah meninggal tidak dimandikan
c. Ada sebahagian tubuh mayat yang dapat dimandikan
d. Bukan mayat yang mati syahid.

Berikut beberapa cara memandikan jenazah orang muslim, yaitu:

a. Perlu diingat, sebelum mayat dimandikan siapkan terlebih dahulu segala sesuatu yang dibutuhkan untuk keperluan mandinya, seperti:

1. Tempat memandikan pada ruangan yang tertutup.
2. Air secukupnya.
3. Sabun, air kapur barus dan wangi-wangian.
4. Sarung tangan untuk memandikan.
5. Potongan atau gulungan kain kecil-kecil.
6. Kain basahan, handuk, dll.

b. Ambil kain penutup dan gantikan kain basahan sehingga aurat utamanya tidak kelihatan.

c. Mandikan jenazah pada tempat yang tertutup.

d. Pakailah sarung tangan dan bersihkan jenazah dari segala kotoran.

e. Ganti sarung tangan yang baru, lalu bersihkan seluruh badannya dan tekan perutnya perlahan-lahan.

f. Tinggikan kepala jenazah agar air tidak mengalir kearah kepala.

g. Masukkan jari tangan yang telah dibalut dengan kain basah ke mulut jenazah, gosok giginya dan bersihkan hidungnya, kemudiankan wudhukan.

h. Siramkan air kesebelah kanan dahulu kemudian kesebelah kiri tubuh jenazah.

i. Mandikan jenazah dengan air sabun dan air mandinya yang terakhir dicampur dengan wangi-wangian.

j. Perlakukan jenazah dengan lembut ketika membalik dan menggosok anggota tubuhnya.

k. Memandikan jenazah satu kali jika dapat membasuh ke seluruh tubuhnya itulah yang wajib. Disunnahkan mengulanginya beberapa kali dalam bilangan ganjil.

l. Jika keluar dari jenazah itu najis setelah dimandikan dan mengenai badannya, wajib dibuang dan dimandikan lagi. Jika keluar najis setelah di atas kafan tidak perlu diulangi mandinya, cukup hanya dengan membuang najis itu saja.

m. Bagi jenazah wanita, sanggul rambutnya harus dilepaskan dan dibiarkan menyulur kebelakang, setelah disirim dan dibersihkan lalu dikeringkan dengan handuk dan dikepang.

n. Keringkan tubuh jenazah setelah dimandikan dengan kain sehingga tidak membasahi kain kafannya.

o. Selesai mandi, sebelum dikafani berilah wangi-wangian yang tidak mengandung alkohol.

B. Mengkafani Jenazah

Mengkafani jenazah adalah menutupi atau membungkus jenazah dengan sesuatu yang dapat menutupi tubuhnya walau hanya sehelai kain. Hukum mengkafani jenazah muslim dan bukan mati syahid adalah fardhu kifayah. Dalam sebuah hadist diriwayatkan sebagai berikut:

ها جر نا سع ر سو ل ا لله صلى ا لله عليه و سلم كلتمس و جه ا لله فو قع ا جرنا على الله فمنا من ما ت لم يأ كل من ا جر ه شأ منهم مصعب ا بن عمير قتل يو م ا حد فلم نجد ما لكفنه ا لا بر د ة, ا ذا غطينا بها ر أ سه خر جت ر جلا ه, و ا ذا غطينا بها ر جليه حر ج ر أ سه فأ مر نا ا لنبي صلى ا لله عليه و سلم ا ن نغطي ر أ سه و ا ن نجعل على ر جليه من ا لا ذ خر  (رواه ا لبخا ر ى)

Artinya: “Kami hijrah bersama Rasulullah SAW dengan mengharapkan keridhaan Allah SWT, maka tentulah akan kami terima pahalanya dari Allah, karena diantara kami ada yang meninggal sebelum memperoleh hasil duniawi sedikit pun juga. Misalnya, Mash’ab bin Umair dia tewas terbunuh diperang Uhud dan tidak ada buat kain kafannya kecuali selembar kain burdah. Jika kepalanya ditutup, akan terbukalah kakinya dan jika kakinya tertutup, maka tersembul kepalanya. Maka Nabi SAW menyuruh kami untuk menutupi kepalanya dan menaruh rumput izhir pada kedua kakinya.” (H.R Bukhari)

Hal-hal yang disunnahkan dalam mengkafani jenazah adalah:

1. Kain kafan yang digunakan hendaknya kain kafan yang bagus, bersih dan menutupi seluruh tubuh
    mayat.
2. Kain kafan hendaknya berwarna putih.
3. Jumlah kain kafan untuk mayat laki-laki hendaknya 3 lapis, sedangkan bagi mayat perempuan 5
    lapis.
4. Sebelum kain kafan digunakan untuk membungkus atau mengkafani jenazah, kain kafan
    hendaknya diberi wangi-wangian terlebih dahulu.
5. Tidak berlebih-lebihan dalam mengkafani jenazah.

Adapun tata cara mengkafani jenazah adalah sebagai berikut:

1. Untuk mayat laki-laki

a. Bentangkan kain kafan sehelai demi sehelai, yang paling bawah lebih lebar dan luas serta setiap
    lapisan diberi kapur barus.
b. Angkatlah jenazah dalam keadaan tertutup dengan kain dan letakkan diatas kain kafan memanjang
    lalu ditaburi wangi-wangian.
c. Tutuplah lubang-lubang (hidung, telinga, mulut, kubul dan dubur) yang mungkin masih
    mengeluarkan kotoran dengan kapas.
d. Selimutkan kain kafan sebelah kanan yang paling atas, kemudian ujung lembar sebelah kiri.
    Selanjutnya, lakukan seperti ini selembar demi selembar dengan cara yang lembut.
e. Ikatlah dengan tali yang sudah disiapkan sebelumnya di bawah kain kafan tiga atau lima ikatan.
f. Jika kain kafan tidak cukup untuk menutupi seluruh badan mayat maka tutuplah bagian kepalanya
   dan bagian kakinya yang terbuka boleh ditutup dengan daun kayu, rumput atau kertas.
   Jika seandainya tidak ada kain kafan kecuali sekedar menutup auratnya saja, maka tutuplah dengan
   apa saja yang ada.


2. Untuk mayat perempuan

Kain kafan untuk mayat perempuan terdiri dari 5 lemabar kain putih, yang terdiri dari:

1. Lembar pertama berfungsi untuk menutupi seluruh badan.
2. Lembar kedua berfungsi sebagai kerudung kepala.
3. Lembar ketiga berfungsi sebagai baju kurung.
4. Lembar keempat berfungsi untuk menutup pinggang hingga kaki.
5. Lembar kelima berfungsi untuk menutup pinggul dan paha.

Adapun tata cara mengkafani mayat perempuan yaitu:

1. Susunlah kain kafan yang sudah dipotong-potong untuk masing-masing bagian dengan tertib.
    Kemudian, angkatlah jenazah dalam keadaan tertutup dengan kain dan letakkan diatas kain kafan
    sejajar, serta taburi dengan wangi-wangian atau dengan kapur barus.
2. Tutuplah lubang-lubang yang mungkin masih mengeluarkan kotoran dengan kapas.
3. Tutupkan kain pembungkus pada kedua pahanya.
4. Pakaikan sarung.
5. Pakaikan baju kurung.
6. Dandani rambutnya dengan tiga dandanan, lalu julurkan kebelakang.
7. Pakaikan kerudung.
8. Membungkus dengan lembar kain terakhir dengan cara menemukan kedua ujung kain kiri dan
    kanan lalu digulungkan kedalam.
9. Ikat dengan tali pengikat yang telah disiapkan.

Menshalatkan Jenazah

Menurut ijma ulama hukum penyelenggaraan shalat jenazah adalah fardhu kifayah. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah SAW, yang berbunyi:

صلو ا على مو تا كم  (رواه ابن ما جه)

Artinya: “Shalatilah orang yang meninggal dunia diantara kamu”

Orang paling utana untuk melaksanakan shalat jenazah yaitu:

a. Orang yang diwasiatkan si mayat dengan syarat tidak fasik atau tidak ahli bid’ah.
b. Ulama atau pemimpin terkemuka ditempat itu.
c. Orang tua si mayat dan seterusnya ke atas.
d. Anak-anak si mayat dan seterusnya ke bawah.
e. Keluarga terdekat.
f. Kaum muslimim seluruhnya.

Rukun shalat jenazah ialah:

a. Berniat menshalatkan jenazah.
b. Takbir empat kali.
c. Berdiri bagi yang kuasa.

Adapun tata cara melakukan shalat jenazah adalah sebagai berikut:

1. Niat shalat jenazah

Niat shalat jenazah dilakukan dalam hati serta ikhlas karena Allah SWT. Sebelum shalat jenazah dilakukan maka kepada imam dan seluruh makmum hendaknya berwudhu dan menutup aurat. Untuk menyalatkan mayat laki-laki imam berdiri sejajar dengan kepala si mayat, sedangkan untuk mayat perempuan, imam berdiri di tengah-tengah sejajar pusat si mayat.

Lafal niat shalat jenazah:

a. Untuk mayat laki-laki

ا صلى على هذ اا لميت ار بع تكبير ا ت فر ض كفا ية مأ مو ما/ ا ما ما لله تعا لى

“Sengaja aku berniat shalat atas mayat laki-laki empat takbir fardhu kifayah menjadi makmun/imam karena Allah ta’ala”

b. Untuk mayat perempuan

ا صلى على هذ اا لميتة ار بع تكبير ا ت فر ض كفا ية مأ مو ما/ ا ما ما لله تعا لى

“Sengaja aku berniat shalat atas mayat perempuan empat takbir fardhu kifayah menjadi makmun/imam karena Allah ta’ala”

2. Takbir 4 kali

a. Takbir pertama dimulai dengan mengangkat tangan dan membaca Al-Fatihah.

b. Takbir kedua dan membaca shalawat

ا للهم صل على محمد و على ا ل محمد كما صليت على ا بر ا هيم و على ا ل ا براهيم و با رك على محمد و على ا ل محمد كما با ر كت على ا بر ا هيم و على ا ل ا بر هيم فى ا لعا لمين ا نك حميد مجيد.

Artinya: “Ya Allah berikanlah kesejahteraan kepada Muhammad dan keluarganya, sebagaimana engkau telah memberikan kesejahteraan kepada Ibrahim dan keluarganya. Berkatilah Muhammad dan keluarganya, sebagaimana engkau telah memberkati Ibrahim dan keluarganya, sesungguhnya Engkau Maha terpuji lagi bijaksana”

c. Takbir ketiga dan membaca do’a untuk si mayat

ا للحم ا غفر له (ها) و ا ر حمه (ها) و عا فه(ها) و ا عف عنه (ها) و ا كر م نز له (ها) ووسع مد خله (ها) و ا غسله (ها) بما ء و ثلج و بر د و نقه (ها) من ا لخطا يا كم ينقى ا لثو ب من ا لد نس و ا بد له (ها) دا را خيرا من دا ر ه (ها) و ا هلا خيرا من ا هله (ها) و ادخله (ها) ا لجنة و ا عنذ ه (ها) من عذا ب ا لقبر و عذا ب ا لنا ر.

Artinya: “Ya Allah, ampunilah dia, kasihilah dia, maafkanlah dia dan sentosakanlah dia, muliakan tempatnya, lapangkanlah kuburnya, sucikanlah dia dengan air embun dan es, sucikanlah dia dari kesalahannya, sebagaimana sucinya kain putih dari kotoran. Gantikanlah rumahnya dengan rumah yang lebih baik daripada rumahnya, dan gantikan keluarganya dengan keluarga yang lebih baik, masukkan ia kedalam syurga, dan jauhkan ia dari siksa kubur dan siksa neraka.”

d. Takbir keempat lalu diam sejenak dan membaca do’a

(ا للهم لا تحر منا ا جر ه (ها) ولا تفتنا بعد ه (ها) و ا غفر لنا و له (ها
Artinya: “ Ya Allah janganlah Engkau tahan untuk kami pahalanya dan janganlah engkau tinggalkan fitnah untuk kami setelah kepergiannya”


Menguburkan Jenazah
Disunnahkan membawa jenazah dengan usungan jenazah yang di panggul di atas pundak dari keempat sudut usungan.

Disunnahkan menyegerakan mengusungnya ke pemakaman tanpa harus tergesa-gesa. Bagi para pengiring, boleh berjalan di depan jenazah, di belakangnya, di samping kanan atau kirinya. Semua cara ada tuntunannya dalam sunnah Nabi.

Para pengiring tidak dibenarkan untuk duduk sebelum jenazah diletakkan, sebab Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam telah melarangnya.

Disunnahkan mendalamkan lubang kubur, agar jasad si mayit terjaga dari jangkauan binatang buas, dan agar baunya tidak merebak keluar. Lubang kubur yang dilengkapi liang lahad lebih baik daripada syaq. Dalam masalah ini Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda:

“Liang lahad itu adalah bagi kita (kaum muslimin), sedangkan syaq bagi selain kita (non muslim).” (HR. Abu Dawud dan dinyatakan shahih oleh Syaikh Al-Albani dalam “Ahkamul Janaaiz” hal. 145)

Lahad adalah liang (membentuk huruf U memanjang) yang dibuat khusus di dasar kubur pada bagian arah kiblat untuk meletakkan jenazah di dalamnya.

Syaq adalah liang yang dibuat khusus di dasar kubur pada bagian tengahnya (membentuk huruf U memanjang).

- Jenazah siap untuk dikubur. Allahul musta’an.
- Jenazah diangkat di atas tangan untuk diletakkan di dalam kubur.
- Jenazah dimasukkan ke dalam kubur. Disunnahkan memasukkan jenazah ke liang lahat dari arah
  kaki kuburan lalu diturunkan ke dalam liang kubur secara perlahan. Jika tidak memungkinkan, 
  boleh menurunkannya dari arah kiblat.
- Petugas yang memasukkan jenazah ke lubang kubur hendaklah mengucapkan:
  “BISMILLAHI WA ‘ALA MILLATI RASULILLAHI (Dengan menyebut Asma Allah dan berjalan
   di atas millah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam).” ketika menurunkan jenazah ke lubang
   kubur. Demikianlah yang dilakukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam.

Disunnahkan membaringkan jenazah dengan bertumpu pada sisi kanan jasadnya (dalam posisi miring) dan menghadap kiblat sambil dilepas tali-talinya selain tali kepala dan kedua kaki.

- Tidak perlu meletakkan bantalan dari tanah ataupun batu di bawah kepalanya, sebab tidak ada dalil
   shahih yang menyebutkannya. Dan tidak perlu menyingkap wajahnya, kecuali bila si mayit
   meninggal dunia saat mengenakan kain ihram sebagaimana yang telah dijelaskan.
- Setelah jenazah diletakkan di dalam rongga liang lahad dan tali-tali selain kepala dan kaki dilepas,
   maka rongga liang lahad tersebut ditutup dengan batu bata atau papan kayu/bambu dari atasnya
   (agak samping).
- Lalu sela-sela batu bata-batu bata itu ditutup dengan tanah liat agar menghalangi sesuatu yang
   masuk sekaligus untuk menguatkannya.
- Disunnahkan bagi para pengiring untuk menabur tiga genggaman tanah ke dalam liang kubur
   setelah jenazah diletakkan di dalamnya. Demikianlah yang dilakukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi
   wassalam. Setelah itu ditumpahkan (diuruk) tanah ke atas jenazah tersebut.
- Hendaklah meninggikan makam kira-kira sejengkal sebagai tanda agar tidak dilanggar
   kehormatannya, dibuat gundukan seperti punuk unta, demikianlah bentuk makam Rasulullah
   shallallahu ‘alaihi wassalam (HR. Bukhari).
- Kemudian ditaburi dengan batu kerikil sebagai tanda sebuah makam dan diperciki air, berdasarkan
  tuntunan sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wassalam (dalam masalah ini terdapat riwayat-riwayat
  mursal yang shahih, silakan lihat “Irwa’ul Ghalil” II/206). Lalu diletakkan batu pada makam
  bagian kepalanya agar mudah dikenali.
- Haram hukumnya menyemen dan membangun kuburan. Demikian pula menulisi batu nisan.
  Dan diharamkan juga duduk di atas kuburan, menginjaknya serta bersandar padanya. Karena
  Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam telah melarang dari hal tersebut. (HR. Muslim)
- Kemudian pengiring jenazah mendoakan keteguhan bagi si mayit (dalam menjawab pertanyaan dua
   malaikat yang disebut dengan fitnah kubur). Karena ketika itu ruhnya dikembalikan dan ia ditanya
  di dalam kuburnya. Maka disunnahkan agar setelah selesai menguburkannya orang-orang itu
  berhenti sebentar untuk mendoakan kebaikan bagi si mayit (dan doa ini tidak dilakukan secara
  berjamaah, tetapi sendiri-sendiri!). Sesungguhnya mayit bisa mendapatkan manfaat dari doa mereka.

Wallahu a’lam bish-shawab.
Desember 20, 2017   Posted by Teknik Informatika 1B UIN Jakarta with No comments
Read More
Hasil gambar untuk bersuci dari najis

Pengertian Najis

Menurut bahasa, Najis berasal dari bahasa Arab yaitu ( ‫(نجس‬yang artinya kotor. Menurut istilah Najis adalah setiap kotoran yang mencegah sahnya shalat, dalam keadaan tidak ada rukhsah.


Jenis-Jenis Najis Berdasarkan Tingkatannya dan Cara
Mensucikannya

Najis berdasarkan tingkatannya dibedakan menjadi tiga, yaitu :

1. Najis Ringan (Mukhofafah), yaitu air kencing bayi lelaki yang berumur dua tahun, dan belum makan sesutu kecuali air susu ibunya. Menghilangkannya cukup diperciki air pada tempat yang terkena najis tersebut. Jika air kencing itu dari bayi perempuan maka wajib dicuci bersih. Rasulullah SAW bersabda, “ Sesungguhnya pakaian dicuci jika terkena air kencing anak perempuan, dan cukup diperciki air jika terkena kencing anak laki - laki “. (HR. Abu Dawud, Ahmad, dan Hakim).

2. Najis Sedang (Mutawasitoh), yaitu segala sesuatu yang keluar dari dubur dan qubul manusia atau binatang, barang cair yang memabukkan, dan bangkai (kecuali bangkai manusia, ikan laut, dan belalang) serta susu, tulang, dan bulu hewan yang haram dimakan. Dalam hal ini tikus termasuk
2 golongan najis, karena tikus hidup di tempat - tempat kotor seperti comberan dan tempat sampah sekaligus mencari makanan disana. Sedangkan kucing tidak najis. Rasulullah SAW telah bersabda, “Sungguh kucing itu tidak najis, karena ia termasuk binatang yang jinak kepada kalian“. (HR Ash-Habus Sunan dari Abu Qotadah ra.)

Najis Mutawasitoh dibagi menjadi dua :
a. Najis Ainiyah, yaitu yang berwujud (tampak dan tidak dilihat). Misalnya, kotoran manusia atau binatang.

b. Najis Hukmiyah, yaitu najis yang tidak berwujud (tidak tampak dan tidak terlihat), seperti bekas air kencing, dan arak yang sudah mengering. Cara membersihkan najis Mutawasithoh ini, pertama najis yang bentuknya masih Ainiyah perlu diubah dulu menjadi najis Hukmiyah, setelah itu, menghilangkan najis Hukmiyah cukup dengan dibasuh tiga kali agar sifat - sifat najisnya (yakni warna, rasa, dan baunya) hilang.

3. Najis berat (Mugholladhoh) adalah najis yang berasal dari anjing dan babi. Cara menghilangkannya harus dibasuh sebanyak tujuh kali dan salah satu air yang bercampur tanah. Rasulullah SAW bersabda : “Jika bejana salah seorang diantara kalian dijilat anjing, cucilah tujuh kali dan salah satunya hendaklah dicampur dengan tanah”. (HR.Muslim)


Beberapa Najis yang Dimaafkan (Ma’fu)

1. Percikan kencing yang amat sedikit, yang tidak bisa ditangkap oleh mata telanjang, manakala percikan itu mengenai pakaian maupun tubuh. Begitu pula percikan najis-najis lainnya, baik najis
Mughalazhah, Mukhaffafah maupun Mutawasithoh.

2. Sedikit darah, nanah, darah kutu dan tahi lalat atau najisnya, selagi hal itu tidak diakibatkan oleh perbuatan dan kesengajaan orang itu sendiri.

3. Darah dan nanah dari luka, sekalipun banyak, dengan syarat berasal dari orang itu sendiri, dan bukan atas perbuatan dan kesengajaannya, sedang najis itu tidak melampaui dari tempatnya yang biasa.

4. Kotoran binatang yang mengenai biji-bijian ketika ditebah, dan kotoran binatang ternak yang mengenai susu di kala diperah, selagi tidak terlalu banyak sehingga merubah sifat susu itu.

5. Kotoran ikan dalam air apabila tidak sampai merubahnya, dan kotoran burung-burung di tempat yang sering mereka datangi seperti Masjid Al-Haram di Mekah, Masjid Nabawi di Madinah, dan Masjid Umawi. Hal itu karena kotoran binatang tersebut telah merata di mana-mana, sehingga sulit dihindari.

6. Darah yang mengenai baju tukang jagal, apabila tidak terlalu banyak.

7. Darah yang masih ada pada daging.

8. Mulut anak kecil yang terkena najis mutahannya sendiri, apabila ia menyedot ASI Ibunya.

9. Debu di jalan-jalan yang mengenai orang.

10. Bangkai binatang yang darahnya tidak mengalir. Maksudnya, binatang itu sendiri tidak mempunyai darah, apabila bangkainya itu berada dalam benda cair, seperti lalat, lebah dan semut, dengan syarat binatang itu berada di dalam dengan sendirinya dan tidak merubah sifat benda cair di dalamnya.

Alat-Alat Bersuci
1. Air
Ditinjau dari hukumnya air dibagi menjadi empat :
a. Air Mutlak yaitu air suci yang dapat dipakai mensucikan. Sebab belum berubah sifat ( bau, rasa, dan warnanya ).
b. Air Musyammas yaitu air suci yang dapat dipakai untuk mensucikan, namun makruh digunakan. Mislanya, air bertempat dilogam yang bukan emas, dan terkana panas matahari.
c. Air Musta’mal yaitu air suci tetapi tidak dapat dipakai untuk mensucikan karena sudah dipakai untuk bersuci, meskipun air itu tidak berubah warna, rasa, dan baunya.
d. Air Mutanajis yaitu air yang terkena najis, dan jumlahnya kurang dari dua kullah. Karenanya air tersebut tidak suci dan tidak dapat dipakai mensucikan.

2. Debu.

3. Tanah.

4. Alat-alat yang kasar seperti batu.
Desember 20, 2017   Posted by Teknik Informatika 1B UIN Jakarta with No comments
Read More

Selasa, 19 Desember 2017

Pengertian Niat




Niat secara Etimologi (Arab: نية Niyyat) yaitu hati menyengaja secara sadar terhadap apa yang dituju (dimaksud) mengerjakannya. Orang Arab menggunakan kata-kata niat dalam arti ‘sengaja’. Terkadang niat juga digunakan dalam pengertian sesuatu yang dimaksudkan atau disengajakan.

Dalam terminologi syar'i berarti adalah keinginan melakukan ketaatan kepada Allah dengan melaksanakan perbuatan atau meninggalkannya.

Pengertian niat dalam ensiklopedi hukum islam secara semantis berarti maksud, keinginan kehendak, cita-cita, tekad dan menyengaja. Secara terminologis ulama fiqh mendifinisikan dengan “tekad hati untuk melakukan sesuatu perbuatan ibadah dalam rangka mendekatkan diri semata-mata kepada Allah”.

Menurut syara’, niat ialah bergeraknya hati kearah sesuatu pekerjaan untuk mencapai keridhaan allah dan untuk menyatakan tunduk dan patuh kepada perintah-Nya.


Fungsi Niat

Niat memiliki 2 fungsi, yaitu:

1. Niat sebagai pembeda antara ibadah dengan ibadah lainnya. Setiap ibadah memiliki nama yang berbeda. Dengan kita melakukan niat, maka kita akan mengetahui jenis ibadah yang akan kita laksanakan. Contohnya: Apabila kita ingin melaksanakan puasa, maka yang harus kita lakukan adalah berniat berpuasa. Apabila kita ingin melaksanakan shalat, maka yang harus kita lakukan adalah berniat shalat.

2. Niat sebagai pembeda antara ibadah dengan adat istiadat lainnya. Contoh: Mandi adalah suatu adat istiadat atau kebiasaan. Tetapi dengan melafalkan atau berniat dalam hati untuk niat mandi besar, maka mandi tersebut bernilai ibadah.

3. Membedakan amal yang dilakukan karena riya dan karena ingin dunia.



Formulasi Niat

Formulasi niat adalah tata cara penggunaan atau penyusunan dalam pelafalan niat. Niat dilafalkan dalam hati saat memulai ibadah. Sebagai contoh, dalam shalat niat dilafalkan ketika takbiratul ihram. Dalam berwudhu, niat dilafalkan ketika membasuh wajah. Namun, ada pula niat yang dibaca sebelum melakukan ibadah. Contoh : dalam puasa ramadhan, niat diucapkan pada malam hari setelah shalat tarawih sampai sebelum fajar.

Formulasi niat berdasarkan jenis ibadahnya dibagi menjadi 3:

1. Ibadah Fardhu ( عِبَادَة الفَرْضُ)

Ibadah Fardhu disebut juga ibadah wajib. Contoh ibadah fardhu: sholat 5 waktu dan puasa ramadhan .

Formulasi niat untuk ibadah wajib adalah sebagai berikut:

عِبَادَة الفَرْضُ = قَصْدُ الْفِعْلِ + التَّعْيِيْن + الفَرْضُ

* Keterangan:

Berkehendak / yang akan dilakukan = قَصْدُ الْفِعْلِ

Nama ibadah =التَّعْيِيْن

Fardhu =الفَرْضُ

Contoh penerapan niat dalam ibadah fardhu sesuai dengan formulasi:

“Saya niat shalat fardhu dzuhur”

2. Ibadah sunnah yang memiliki nama (عِبَادَة ذَات سَبَبٍ )

Contoh ibadah sunnah yang memiliki nama: Zakat fitrah, puasa tasu’a, puasa senin kamis, dan lain-lain.

Formulasi untuk ibadah yang memiliki nama adalah sebagai berikut:

عِبَادَة ذَات سَبَبٍ = قَصْدُ الْفِعْلِ + التَّعْيِيْن

Contoh penerapan niat dalam ibadah sunnah yang memiliki nama sesuai dengan formulasi:

“Saya niat shalat dhuha”

3. Ibadah sunnah yang tidak memiliki nama ( عِبَادَة مُطْلَقَةْ)

Dalam suatu hadits disebutkan bahwa suatu ketika Rasulullah s.a.w.tidak menjumpai makanan dan akhirnya memutuskan untuk melanjutkan berpuasa karena sejak pagi memang sudah berpuasa :

Dan Telah menceritakan kepada kami Abu Kamil Fudlail bin Husain telah menceritakan kepada kami Abdul Wahid bin Ziyad telah menceritakan kepada kami Thalhah bin Yahya bin Ubaidullah telah menceritakan kepadaku Aisyah binti Thalhah dari Aisyah radliallahu ‘anha, ia berkata : “Pada suatu hari, Rasulullah s.a.w. bertanya kepadaku: “Wahai Aisyah, apakah kamu mempunyai makanan?” Aisyah menjawab, “Tidak, ya Rasulullah.” Beliau bersabda: “Kalau begitu, aku akan berpuasa.” Kemudian Rasulullah s.a.w. pun keluar. Tak lama kemudian, saya diberi hadiah berupa makanan, Aisyah berkata; Maka ketika Rasulullah s.a.w. kembali saya pun berkata, “Ya Rasulullah, tadi ada orang datang memberi kita makanan dan kusimpan untuk Anda.” Beliau bertanya: “Makanan apa itu?” saya menjawab, “Hais (yakni terbuat dari kurma, minyak samin dan keju).” Beliau bersabda: “Bawalah kemari.” Maka Hais itu pun aku sajikan untuk beliau, lalu beliau makan, kemudian berkata, “Sungguh dari pagi tadi aku puasa.” (H.R. Muslim No. 1950)

Formulasi niat untuk ibadah yang tidak memiliki nama adalah sebagai berikut:

عِبَادَة مُطْلَقَةْ = قَصْدُ الْفِعْلِ

Contoh penerapan niat dalam ibadah sunnah yang tidak memiliki nama sesusai dengan formulasi:

“Saya niat puasa”

Hukum Niat

Hukum niat dalam setiap ibadah adalah wajib. Allah berfirman:


وَمَآ أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللهَ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّينَ ....


Artinya: “Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya”. (QS. Al-Bayyinah : 5)

Dan makna memurnikan ketaatan kepada-Nya pada ayat di atas adalah niat yang ikhlas karena Allah.

Dari Amirul Mukminin, Abu Hafsh ‘Umar bin Al-Khattab radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إنَّمَا الأعمَال بالنِّيَّاتِ وإِنَّما لِكُلِّ امريءٍ ما نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إلى اللهِ ورَسُولِهِ فهِجْرَتُهُ إلى اللهِ ورَسُوْلِهِ ومَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيْبُها أو امرأةٍ يَنْكِحُهَا فهِجْرَتُهُ إلى ما هَاجَرَ إليهِ
Artinya : “Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada niatnya. Setiap orang akan mendapatkan apa yang ia niatkan. Siapa yang hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya untuk Allah dan Rasul-Nya. Siapa yang hijrahnya karena mencari dunia atau karena wanita yang dinikahinya, maka hijrahnya kepada yang ia tuju.” (HR. Bukhari dan Muslim) [HR. Bukhari, no. 1 dan Muslim, no. 1907]

Hadits ini menjelaskan bahwa setiap amalan benar-benar tergantung pada niat. Dan setiap orang akan mendapatkan balasan dari apa yang ia niatkan. Balasannya sangat mulia ketika seseorang berniat ikhlas karena Allah, berbeda dengan seseorang yang berniat beramal hanya karena mengejar dunia seperti karena mengejar wanita. Dalam hadits disebutkan contoh amalannya yaitu hijrah, ada yang berhijrah karena Allah dan ada yang berhijrah karena mengejar dunia.

Dari hadits di atas kita dapat menarik kesimpulan bahwa Allah melihat isi hati kita dan amal kita.

Macam-macam Niat


1. Niat Dalam Kebaikan

Termasuk rahmat Allah dan anugerah Allah adalah bahwa Allah telah menulis kebaikan hamba-Nya karena keinginan berbuat kebaikan. Contoh: Ketika hendak tidur kita berniat bangun pada sepertiga malam untuk melaksanakan qiyamul lail, namun keesokan harinya terbangun saat adzan subuh. Maka Insya Allah kita telah mendapat pahala dari apa yang kita niatkan sebelum tidur yakni pahala qiyamul lail.

2. Niat Dalam Keburukan

Keinginan yang melintas di dalam hati untuk berbuat keburukan belum ditulis dosa oleh Allah. Namun jika keinginan itu sudah menjadi tekad dan niat, apalagi sudah diusahakan, walaupun tidak terjadi, maka pelakunya sudah mendapatkan balasan karenanya.

Semua keterangan ini menunjukkan pentingnya peranan niat dalam ibadah. Oleh karena itu seorang muslim yang baik selalu membangun seluruh amalannya di atas niat yang baik, yaitu ikhlas karena Allah. Demikian juga seorang muslim akan selalu berusaha beramal berdasarkan Sunnah Nabi, karena hal ini sebagai kelengkapan niat yang baik. Karena semata-mata niat yang baik tidak bisa merubah kemaksiatan menjadi ketaatan. Seperti seseorang bershodaqoh dengan uang curian atau korupsi.
Desember 19, 2017   Posted by Teknik Informatika 1B UIN Jakarta with No comments
Read More






1.  Pengertian Thaharah. 

      Taharah menurut bahasa berasal dari kata (Thohur), artinya  bersuci atau  bersih. Baik itu suci dari kotoran lahir dan batin berupa sifat dan perbuatan tercela. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata bersih memiliki beberapa makna, antara lain:    

 

      a. Bebas dari kotoran 

      b. Bening tidak keruh (tt air), tidak berawan (tt langit)

      c. Tidak tercemar (terkena kotoran

      d. Tidak bernoda ; suci

      e. Tidak dicampur dengan unsur atau zat lain; asli.Allah SWT memang sangat menganjurkan hamba-hamba-Nya agar senantiasa dalam keadaan suci lahir batin.

     Hal ini tampak dalam firman-Nya “Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertaubat (yang kembali) dan mencintai orang-orang  mensucikan diri.” (QS. Al-Baqarah :  222)

     Menurut istilah, thaharah adalah mensucikan diri dari najis dan hadats yang menghalangi shalat dan ibadah-ibadah sejenisnya  dengan air atau batu. Penyucian diri disini tidak terbatas pada badan saja tetapi juga termasuk pakaian dan tempat.Hukum thaharah (bersuci) in adalah wajib, khususunya bagi orang yang akan melaksanakan shalat. Hal itu didasarkan pada firman Allah swt :

     “Terhadap Tuhanmu agungkanlah, dan pakaianmu sucikanlah.”(QS. Al-Muddatstsir : 3-4)

      Hukum thaharah ialah wajib di atas tiap-tiap muallaf lelaki dan perempuan. Dalam hal ini banyak ayat Al-Qur`an dan hadits Nabi Muhammad saw, menganjurkan agar kita senantiasa menjaga kebersihan lahir dan batin. Selain ayat Al-Qur`an tersebut, Nabi Muhammad SAW bersabda :

     “Kebersihan itu adalah sebagian dari iman.” (HR.Muslim)

 

    2. Pengertian Hadats

      Hadats menurut bahasa artinya berlaku atau terjadi. Menurut istilah, hadats adalah sesuatu yang terjadi atau berlaku yang mengharuskan bersuci atau membersihkan diri sehingga sah untuk melaksanakan ibadah. Berkaitan dengan hal ini Nabi Muhammad SAW, bersabda :

     ”Rasulullah SAW, telah bersabda : Allah tidak akan menerima shalat seseorang dari kamu jika berhadas sehingga lebih dahulu berwudu.” (HR Mutafaq Alaih)“Dan jika kamu junub, maka mandilah kamu.” (QS Al Maidah : 6)

     Ayat dan hadist diatas menjelaskan bahwa bersuci untuk menghilangkan hadas dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu berwudu dan mandi.

 

   3. Persamaan dan Perbedaan Hadats dan Najis

      Persamaan Hadats dan Najis adalah kedua hal tersebut dapat menyebabkan shalat, thawaf dan beberapa ibadah lainnya menjadi tidak sah. Sedangkan perbedaan dari keduanya adalah :

      A. Mensucikan Najis yakni dengan cara membuang dan membersihkan benda najis itu dari tempatnya. sedangkan mensucikan Hadats selain dengan menghilangkan benda Najisnya (bila ada), tetapi juga harus dengan wudlu atau mandi janabah.

      B. Mensucikan najis tidak perlu niat, sedangkan mensucikan Hadats harus dengan niat 

      C. Membersihkan hadas termasuk masalah ta’abuddi, sedangkan membersihkan najis bisa dilakukan sesuai kondisi 

      D. Najis yang jumlahnya sedikit dapat dimaafkan, sedangkan hadas tidak ada pemaafan.

 

  4. Macam-Macam Hadats dan Cara Mensucikannya

      Menurut fiqih, hadas dibagi menjadi dua yaitu :

      A. Hadats Kecil

           Hadats kecil adalah adanya sesuatu yag terjadi dan mengharuskan seseorang berwudu apabila hendak melaksanakan salat. 

     Contoh hadas kecil adalah sebagai berikut :

     a. Keluarnya sesuatu dari kubul atau dubur.

     b. Tidur nyenyak dalam kondisi tidak duduk.

     c. Menyentuh kubul atau dubur dengan telapak tangan tanpa pembatas.

     d. Hilang akal karena sakit atau mabuk.

     B. Hadats Besar

          Hadats besar adalah sesuatu yang keluar atau terjadi sehingga mewajibkan mandi besar atau junub.

     Contoh-contoh terjadinya hadas besar adalah sebagai berikut :

     1. Bersetubuh (hubungan suami istri)

     2. Keluar mani, baik karena mimpi maupun hal lain

     3. Keluar darah haid

     4. Nifas

     5. Meninggal dunia

    C. Mandi Wajib

         Mandi wajib disebut juga mandi besar, mandi junub, atau mandi janabat. Mandi wajib adalah menyiram air ke seluruh tubuh mulai dari ujung rambut sampai ujung kaki dengan disertai niat mandi wajib di dalam hati.

    D. Rukun Mandi Wajib

         Ada beberapa hal yang menjadi rukun dalam melaksanakan mandi wajib, diantaranya sebagai berikut :

      1. Niat mandi wajib

      2. Menyiramkan air keseluruh tubuh dengan merata.

      3. Membersihkan kotoran yang melekat atau mengganggu sampainya air ke badan.

   E. Sunah Mandi Wajib

         Pada waktu mandi wajib disunahkan melakukan beberapa hal, antara lain:

      1. Menghadap kiblat

      2. Membaca basmalah

      3. Berwudu sebelum mandi

      4. Mendahulukan untuk membasuh kotoran atau najis yang menempel di    badan.

      5. Mendahulukan anggota badan yang kanan dari yang kiri

      6. Menggosok badan dengan tangan

      7. Membasuh badan sampai tiga (3) kali

      8. Sambung-menyambung (muwalat) dalam membasuh anggota badan.

  F. Sebab atau Alasan yang Mewajibkan Mandi 

      Hal-hal yang menyebabkan seseorang menjadi berhadas besar sehingga wajib mandi agar kembali menjadi suci adalah sebagai berikut:

      1. Bersetubuh atau bertemunya dua khitan antara laki-laki dan perempuan (meskipun tidak keluar air mani).

      2. Keluarnya air mani (disebabkan bersetubuh atau sebab lain).

      3. Meninggal dunia (yang bukan mati syahid) ; sudah barang tentu pengertian mandi di sini adalah dimandikan.

      4. Selesai haid atau menstruasi.

      5. Setelah melahirkan.

      6. Selesai nifas (berhenti darahnya setelah melahirkan)

      7. Larangan Bagi Orang yang Sedang Junub

          Bagi mereka yang sedang berjunub, yakni mereka masih berhadats besar tidak boleh melakukan hal-hal sebagai berikut :

          a. Melaksanakan shalat

          b. Melakukan thawaf di Baitullah

          c. Memegang Kitab Suci Al-Qur’an

          d. Membawa/mengangkat Kitab Al-Qur’an

          e. Membaca Kitab Suci Al-Qur’an

          f. Berdiam di masjid

       8. Larangan Bagi Orang yang Sedang Haid 

           Mereka yang sedang haidh dilarang melakukan seperti tersebut di atas, dan ditambah larangan sebagai berikut:

          a. Bersenang-senang dengan apa yang diantara pusar dan lutut.

          b. Berpuasa, baik sunnah maupun wajib.

          c. Dijatuhi thalaq (cerai).

      9. Tatacara Mandi Wajib

          Setelah mengetahui sebab, rukun, dan sunah mandi wajib maka pelaksanaannya sebagai berikut :

         a. Membasuh kedua tangan dengan niat yang ikhlas karena Allah.

          b. Membersihkan kotoran yang ada pada badan.

          c. Menyirami rambut dengan sambil menggosok atau menyilanginya dengan jari.

          d. Menyirami seluruh badan dengan mendahulukan anggota badan sebelah kanan dan menggosoknya dengan rata. Apabila dianggap telah rata dan bersih, maka selesailah mandi kita.

 

 5. Pengertian Tayammum

     Kami mulai pembahasan ini dengan mengemukakan pengertian tayammum. Tayammum secara bahasa diartikan sebagai Al Qosdu (القَصْدُ) yang berarti maksud. Sedangkan secara istilah dalam syari’at adalah sebuah peribadatan kepada Allah berupa mengusap wajah dan kedua tangan dengan menggunakan sho’id yang bersih. Sho’id adalah seluruh permukaan bumi yang dapat digunakan untuk bertayammum baik yang terdapat tanah di atasnya ataupun tidak.

      A. Tata Cara Tayammum

           Tata cara tayammum Nabi shollallahu ‘alaihi was sallam dijelaskan hadits ‘Ammar bin Yasir rodhiyallahu ‘anhu

,بَعَثَنِى رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – فِى حَاجَةٍ فَأَجْنَبْتُ ، فَلَمْ أَجِدِ الْمَاءَ ، فَتَمَرَّغْتُ فِى الصَّعِيدِ كَمَا تَمَرَّغُ الدَّابَّةُ ، فَذَكَرْتُ ذَلِكَ لِلنَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – فَقَالَ « إِنَّمَا كَانَ يَكْفِيكَ أَنْ تَصْنَعَ هَكَذَا » . فَضَرَبَ بِكَفِّهِ ضَرْبَةً عَلَى الأَرْضِ ثُمَّ نَفَضَهَا ، ثُمَّ مَسَحَ بِهَا ظَهْرَ كَفِّهِ بِشِمَالِهِ ، أَوْ ظَهْرَ شِمَالِهِ بِكَفِّهِ ، ثُمَّ مَسَحَ بِهِمَا وَجْهَهُ 

      Rasulullah shallallahu ‘alaihi was sallam mengutusku untuk suatu keperluan, kemudian aku mengalami junub dan aku tidak menemukan air. Maka aku berguling-guling di tanah sebagaimana layaknya hewan yang berguling-guling di tanah. Kemudian aku ceritakan hal tersebut kepada Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam. Lantas beliau mengatakan, “Sesungguhnya cukuplah engkau melakukannya seperti ini”.

      Seraya beliau memukulkan telapak tangannya ke permukaan bumi sekali pukulan lalu meniupnya. Kemudian beliau mengusap punggung telapak tangan (kanan)nya dengan tangan kirinya dan mengusap punggung telapak tangan (kiri)nya dengan tangan kanannya, lalu beliau mengusap wajahnya dengan kedua tangannya. Dan dalam salah satu lafadz riwayat Bukhori

 ,وَمَسَحَ وَجْهَهُ وَكَفَّيْهِ وَاحِدَة  

    “Dan beliau mengusap wajahnya dan kedua telapak tangannya dengan sekali usapan”. 

      Berdasarkan hadits di atas kita dapat simpulkan bahwa tata cara tayammum beliau shallallahu ‘alaihi was sallam adalah sebagai berikut :


  · Memukulkan kedua telapak tangan ke permukaan bumi dengan sekali pukulan kemudian meniupnya.

  · Kemudian menyapu punggung telapak tangan kanan dengan tangan kiri dan sebaliknya.

  · Kemudian menyapu wajah dengan dua telapak tangan.

  · Semua usapan baik ketika mengusap telapak tangan dan wajah dilakukan sekali usapan saja.

  · Bagian tangan yang diusap adalah bagian telapak tangan sampai pergelangan tangan saja atau dengan kata lain tidak sampai siku seperti pada saat wudhu.

  · Tayammum dapat menghilangkan hadats besar semisal janabah, demikian juga untuk hadats kecil. 

  · Tidak wajibnya urut/tertib dalam tayammum.



Desember 19, 2017   Posted by Teknik Informatika 1B UIN Jakarta with No comments
Read More


Pengertian Salat Sunnah
Salat sunah atau salat nawafil (jamak: nafilah) adalah salat yang dianjurkan untuk dilaksanakan namun tidak diwajibkan sehingga tidak berdosa bila ditinggalkan dengan kata lain apabila dilakukan dengan baik dan benar serta penuh ke ikhlasan akan tampak hikmah dan rahmat dari Allah SWT yang begitu indah.

Shalat sunnah merupakan pelengkap shalat fardhu, artinya shalat sunnah pahalanya sebagai pelengkap shalat fardhu. Ibarat dalam suatu bangunan, shalat fardhu sebagai rumahnya, sedangkan shalat sunnahnya sebagai perlengkapannya, seperti kursi, meja dan sebagainya. Karena itu, shalat shalat sunnah ini sangat baik dan penting dikerjakan oleh semua kaum muslimin dan muslimat.

Salat sunah menurut hukumnya terdiri atas dua golongan yakni:

· Muakad, adalah salat sunah yang dianjurkan dengan penekanan yang kuat (hampir mendekati wajib), seperti salat dua hari raya, salat sunah witr dan salat sunah thawaf.

· Ghairu Muakad, adalah salat sunah yang dianjurkan tanpa penekanan yang kuat, seperti salat sunah Rawatib dan salat sunah yang sifatnya insidentil (tergantung waktu dan keadaan, seperti salat kusuf/khusuf hanya dikerjakan ketika terjadi gerhana).

Pembagian Menurut Pelaksanaan

· Salat sunah ada yang dilakukan secara sendiri-sendiri (munfarid) di antaranya:
· Salat Rawatib
· Salat Tahiyatul Wudhu
· Salat Istikharah
· Salat Mutlaq
· Salat Dhuha
· Salat Tahiyatul Masjid
· Salat Tahajud
· Salat Hajat
· Salat Awwabin
· Salat Tasbih
· Salat Taubat
· Sedangkan yang dapat dilakukan secara berjamaah antara lain:
· Salat Tarawih
· Salat Ied
· Salat Gerhana
· Salat Istisqa'

Shalat Sunnah yang Tata Caranya Berbeda dengan Sholat Lain

A. Shalat Tasbih

Shalat Tasbih adalah shalat sunnah yang didalamnya banyak mengandung bacaan tasbih, sebanyak 300 kali tasbih yang dibaca dalam sholat tersebut.

Hukum Sholat Tasbuh

Hukumnya adalah sunnah. Shalat Tasbih dianjurkan kepada kita untuk dilakukan setiap hari, atau kalau tidak mampu dilakukan dalam seminggu sekali, atau sebulan sekali, atau setahun sekali. Atau paling tidak harus ada seumjur hidup sekali. Demikian Rasulullah menganjurjkan kepada kita.

Waktu Pengerjaan

Sholat tasbih bisa dilakukan kapan saja, asalkan jangan pada waktu-waktu terlarang seperti saat tergelincir matahari (sesudah sholat subuh atau sebelum zuhur) dan saat terbenam matahari (sesudah sholat ashar). Selain dari waktu tersebut boleh dikerjakan sholat tasbih kapan saja dengan ketentuan sebagai berikut:

1. Jika melakukan sholat tasbeh disiang hari hendaklah dikerjakaan 4 raka’at dengan satu salam.

2. Jika melakukan sholat tasbeh pada malam hari, hendaklah emapat raka’at itu dijadikan dua salam.

3. Shalat tasbih tidak disunatkan untuk berjamaah.

Cara Mengerjakan

1. Niat melakukan sholat tasbih pada siang hari (4 rakaat dengan 1 salam)

Artinya: Aku niat sholat tasbih empat rakaat karena Allah Ta'ala

· Niat sholat tasbih pada malam hari (4 rakaat dengan 2 salam)

Artinya: Aku Niat sholat tasbih dua rakaat karena Allah Ta'ala.

2. Kemudian takbiratul ihram, membaca doa Iftitah, dilanjutkan membaca surat Al-Fatihah kemudian membaca surat Al-Kafiruun (pada rakaat pertama) dan surat Alikhlas (pada rakaat kedua), setelah selesai membaca surat, dilanjutkan membaca tasbih sebanyak 15 X.

Berikut Bacaan tasbih:

3. Lalu ruku’ dan membaca doa seperti biasa, kemudian membaca tasbih seperti di atas sebanyak 10x.

4. Lalu I’tidal, dan membaca doa I’tidal kemudian membaca Tasbih sebanyak 10 X.

5. Lalu sujud, dan membaca doa sujud seperti biasa, kemudian membaca Tasbih sebanyak 10 X.

6. Lalu duduk diantara dua sujud dan membaca doa seperti biasa, kemudian membaca tasbih sebanyak 10 X

7. Lalu sujud yang kedua kali, dan membaca doa sujud, kemudian membaca tasbih sebanyak 10 X,

8. Selanjutnya sebelum berdiri pada rakaat yang kedua, supaya duduk istirahat sejenak dan dalam duduk istirahat tersebut membaca tasbih sebanyak 10 X.

9. Untuk selanjutnya pada rakaat yang ke 2 sama seperti pada rakaat pertama.

10. Kemudian duduk tasyahud akhir. Pada tasyahud akhir membaca tasbih terlebih dahulu sebanyak 10 x, kemudian baru membaca doa tasyahud akhir.

11. Lalu memberi salam.

Doa Setelah Sholat Tasbih


اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْئَلُكَ تَوْفِيْقَ أَهْلِ اْلهُدَى وَ أَعْمَـالَ أَهْلِ اْليَقِيْنِ وَ مُنَاصَحَةِ أَهْلِ التَّوْبَةِ وَ عَزْمَ أَهْلِ الصَّبْرِ وَ جِدَّ أَهْلِ اْلخَشْيَةِ وَ طَلَبَ أَهْلِ الرَّغْبَةِ وَ تَعَبَدَ أَهْلِ الْوَرَعِ وَ عِرْفَانَ أَهْلِ الْعِلْمِ حَتَّى أُخَافَكَ. اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْئَلُكَ مَخَافَةَ تُحْجِزُنِيْ عَنْ مَعَاصِيْكَ حَتَّى أَعْمَلَ بِطَاعَتِكَ عَمَلاً أَسْتَحِقُّ بِهِ رِضَاكَ وَ حَتَّى أُنَاصِحُكَ فِى التَّوْبَةِ وَ خَوْفًا مِنْكَ وَ حَتَّى أُخْلِصَ لَكَ النَّصِيْحَةَ حُبًّا لَكَ وَ حَتَّى أَتَوَكَّلَ عَلَيْكَ فِي اْلأُمُوْرِ كُلِّهَا وَ أُحْسِنَ الظَنِّ بِكَ سُبْحَانَ خَالِقِ النُّوْرِ. رَبَّنَا أَتْمِمْ لَنَا نُوْرَنَا وَاغْفِرْلَنَا إِنَّكَ عَلَى كُّلِّ شَيْئٍ قَدِيْرٌ، بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ.

Artinya : Ya Yang Mahakuasa , saya memohon kepada-Mu taufiq Orang-orang yang mendapat petunjuk , amalan Orang-orang yang mempunyai keyakinan berpengaruh , ketulusan Orang-orang yang bertaubat , keteguhan hati Orang-orang yang tabah , kesungguhan Orang-orang yang takut kepada-Mu , permohonan Orang-orang yang mengharapkan-Mu , Ibadah ( ketaatan ) andal wira’I dan kebijakan andal ilmu , sehingga saya takut kepada-Mu. Ya Yang Mahakuasa saya memohon kepada-Mu perasaan takut yang dapat menhalangiku berbuat maksiat , sehingga saya dapat melaksanakan suatu amalan untuk mentaati perintah-Mu , yang dengan amalan itu saya berhak mendapat ridho-Mu , sampai saya sanggup memurnikan taubatku karena takut kepadamu. Mengikhlaskan nasihat-Mu karena cintaku kepada-Mu. Dan saya bertawakkal kepada-Mu dalam segala urusan karena persangkaan baikku kepada-Mu Maha Suci Dzat yang menciptakan cahaya. Ya Tuhan kami sempurnakanlah cahaya untuk kami dan ampunilah kami bahwasanya engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu dengan rahmat-Mu wahai yang Maha Penyayang.


B. Shalat Hari Raya

Shalat Idul Fitri pada 1 Syawal dan Idul Adha pada 10 Dzulhijah. Hukumnya sunnah Muakad (dianjurkan).

“Sesungguhnya kami telah memberi engkau (yaa Muhammad) akan kebajikan yang banyak, sebab itu shalatlah engkau dan berqurbanlah karena Tuhanmu pada Idul Adha” (Q.S.AlKautsar.1-2)

Dari Ibnu Umar: “Rasulullah, Abu Bakar, Umar pernah melakukan shalat pd 2hari raya sblm berkhutbah.” (H.R. Jama’ah).

Niat Shalat Idul Fitri:

اُصَلِّى سُنُّةً عِيْدِ الْفِطْرِ رَكْعَتَيْنِ مُسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةِاِمَامًا/مأَمُوْمًا ِللهِ تَعَالَى

“Aku niat shalat idul fitri dua rakaat (imam/makmum) karena Allah”

Niat Shalat Idul Adha:

اُصَلِّى سُنُّةً عِيْدِالْاَضْحَى رَكْعَتَيْنِ مُسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةِ اِمَامًا/مأَمُوْمًاِللهِ تَعَالَى

“Aku niat shalat idul adha dua rakaat (imam/makmum) karena Allah”

Waktu shalat hari raya adalah setelah terbit matahari sampai condongnya matahari. Syarat, rukun dan sunnatnya sama seperti shalat yang lainnya. Hanya ditambah beberapa sunnat sebagai berikut:
Berjamaah
Takbir 7 kali pada rakaat pertama dan 5 kali pada rakat ke-2
Mengangkat tangan setinggi bahu pada tiap takbir
Setelah takbir yang ke-2 sampai takbir yang terakhir baca tasbih.
Membaca surat Qaf di rakaat pertama dan surat Al-Ghasiyah pada rakaat kedua
Imam menyaringkan bacaannya
Khutbah 2 kali setelah shalat sebagaimana khutbah Jum’at
Pada khutbah Idul Fitri memaparkan tentang zakat fitrah dan pada Idul Adha tentang hukum-hukum Qurban
Mandi, berhias, memakai pakaian sebaik-baiknya
Makan terlebih dahulu pada shalat Idul Fitri, pada Shalat Idul Adha sebaliknya.

C. Shalat Khusuf

Shalat sunat sewaktu terjadi gerhana bulan/matahari. Minimal 2 rakaat.

Caranya mengerjakannya:
Shalat 2 rakaat dengan 4x ruku’ yaitu pada rakaat pertama, setelah ruku’ dan i’tidal baca fatihah lagi kemudian ruku’ dan i’tidal kembali setelah itu sujud sebagaimana biasa. Begitu pula pada rakaat ke-2. Disunatkan baca surat yang panjang, sedang membacanya pada waktu gerhana bulan harus nyaring, sedangkan pada gerhana matahari sebaliknya.

Niat shalat gerhana matahari:

أُصَلِّيْ سُنَّةَ لِكُسُوْفِ الشَّمسِ رَكْعَتَيْنِ لِلَّهِ تَعَالَى

“Aku niat (melaksanakan) shalat sunnah Gerhana Matahari dua rakaat karena Allah ta’ala ”

Niat shalat gerhana bulan:

أُصَلِّيْ سُنَّةَ لِخُسُوْفِ الْقَمَرِ رَكْعَتَيْنِ لِلَّهِ تَعَالَى

“Aku niat shalat gerhana bulan 2 rakaat karena Allah”
Desember 19, 2017   Posted by Teknik Informatika 1B UIN Jakarta with No comments
Read More

Bookmark Us

Delicious Digg Facebook Favorites More Stumbleupon Twitter

Search