Pengertian Niat

Niat secara Etimologi (Arab: نية Niyyat) yaitu hati menyengaja secara sadar terhadap apa yang dituju (dimaksud) mengerjakannya. Orang Arab menggunakan kata-kata niat dalam arti ‘sengaja’. Terkadang niat juga digunakan dalam pengertian sesuatu yang dimaksudkan atau disengajakan.
Dalam terminologi syar'i berarti adalah keinginan melakukan ketaatan kepada Allah dengan melaksanakan perbuatan atau meninggalkannya.
Pengertian niat dalam ensiklopedi hukum islam secara semantis berarti maksud, keinginan kehendak, cita-cita, tekad dan menyengaja. Secara terminologis ulama fiqh mendifinisikan dengan “tekad hati untuk melakukan sesuatu perbuatan ibadah dalam rangka mendekatkan diri semata-mata kepada Allah”.
Menurut syara’, niat ialah bergeraknya hati kearah sesuatu pekerjaan untuk mencapai keridhaan allah dan untuk menyatakan tunduk dan patuh kepada perintah-Nya.
Fungsi Niat
Niat memiliki 2 fungsi, yaitu:
1. Niat sebagai pembeda antara ibadah dengan ibadah lainnya. Setiap ibadah memiliki nama yang berbeda. Dengan kita melakukan niat, maka kita akan mengetahui jenis ibadah yang akan kita laksanakan. Contohnya: Apabila kita ingin melaksanakan puasa, maka yang harus kita lakukan adalah berniat berpuasa. Apabila kita ingin melaksanakan shalat, maka yang harus kita lakukan adalah berniat shalat.
2. Niat sebagai pembeda antara ibadah dengan adat istiadat lainnya. Contoh: Mandi adalah suatu adat istiadat atau kebiasaan. Tetapi dengan melafalkan atau berniat dalam hati untuk niat mandi besar, maka mandi tersebut bernilai ibadah.
3. Membedakan amal yang dilakukan karena riya dan karena ingin dunia.
Formulasi Niat
Formulasi niat adalah tata cara penggunaan atau penyusunan dalam pelafalan niat. Niat dilafalkan dalam hati saat memulai ibadah. Sebagai contoh, dalam shalat niat dilafalkan ketika takbiratul ihram. Dalam berwudhu, niat dilafalkan ketika membasuh wajah. Namun, ada pula niat yang dibaca sebelum melakukan ibadah. Contoh : dalam puasa ramadhan, niat diucapkan pada malam hari setelah shalat tarawih sampai sebelum fajar.
Formulasi niat berdasarkan jenis ibadahnya dibagi menjadi 3:
1. Ibadah Fardhu ( عِبَادَة الفَرْضُ)
Ibadah Fardhu disebut juga ibadah wajib. Contoh ibadah fardhu: sholat 5 waktu dan puasa ramadhan .
Formulasi niat untuk ibadah wajib adalah sebagai berikut:
عِبَادَة الفَرْضُ = قَصْدُ الْفِعْلِ + التَّعْيِيْن + الفَرْضُ
* Keterangan:
Berkehendak / yang akan dilakukan = قَصْدُ الْفِعْلِ
Nama ibadah =التَّعْيِيْن
Fardhu =الفَرْضُ
Contoh penerapan niat dalam ibadah fardhu sesuai dengan formulasi:
“Saya niat shalat fardhu dzuhur”
2. Ibadah sunnah yang memiliki nama (عِبَادَة ذَات سَبَبٍ )
Contoh ibadah sunnah yang memiliki nama: Zakat fitrah, puasa tasu’a, puasa senin kamis, dan lain-lain.
Formulasi untuk ibadah yang memiliki nama adalah sebagai berikut:
عِبَادَة ذَات سَبَبٍ = قَصْدُ الْفِعْلِ + التَّعْيِيْن
Contoh penerapan niat dalam ibadah sunnah yang memiliki nama sesuai dengan formulasi:
“Saya niat shalat dhuha”
3. Ibadah sunnah yang tidak memiliki nama ( عِبَادَة مُطْلَقَةْ)
Dalam suatu hadits disebutkan bahwa suatu ketika Rasulullah s.a.w.tidak menjumpai makanan dan akhirnya memutuskan untuk melanjutkan berpuasa karena sejak pagi memang sudah berpuasa :
Dan Telah menceritakan kepada kami Abu Kamil Fudlail bin Husain telah menceritakan kepada kami Abdul Wahid bin Ziyad telah menceritakan kepada kami Thalhah bin Yahya bin Ubaidullah telah menceritakan kepadaku Aisyah binti Thalhah dari Aisyah radliallahu ‘anha, ia berkata : “Pada suatu hari, Rasulullah s.a.w. bertanya kepadaku: “Wahai Aisyah, apakah kamu mempunyai makanan?” Aisyah menjawab, “Tidak, ya Rasulullah.” Beliau bersabda: “Kalau begitu, aku akan berpuasa.” Kemudian Rasulullah s.a.w. pun keluar. Tak lama kemudian, saya diberi hadiah berupa makanan, Aisyah berkata; Maka ketika Rasulullah s.a.w. kembali saya pun berkata, “Ya Rasulullah, tadi ada orang datang memberi kita makanan dan kusimpan untuk Anda.” Beliau bertanya: “Makanan apa itu?” saya menjawab, “Hais (yakni terbuat dari kurma, minyak samin dan keju).” Beliau bersabda: “Bawalah kemari.” Maka Hais itu pun aku sajikan untuk beliau, lalu beliau makan, kemudian berkata, “Sungguh dari pagi tadi aku puasa.” (H.R. Muslim No. 1950)
Formulasi niat untuk ibadah yang tidak memiliki nama adalah sebagai berikut:
عِبَادَة مُطْلَقَةْ = قَصْدُ الْفِعْلِ
Contoh penerapan niat dalam ibadah sunnah yang tidak memiliki nama sesusai dengan formulasi:
“Saya niat puasa”
Hukum Niat
Hukum niat dalam setiap ibadah adalah wajib. Allah berfirman:
وَمَآ أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللهَ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّينَ ....
Artinya: “Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya”. (QS. Al-Bayyinah : 5)
Dan makna memurnikan ketaatan kepada-Nya pada ayat di atas adalah niat yang ikhlas karena Allah.
Dari Amirul Mukminin, Abu Hafsh ‘Umar bin Al-Khattab radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إنَّمَا الأعمَال بالنِّيَّاتِ وإِنَّما لِكُلِّ امريءٍ ما نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إلى اللهِ ورَسُولِهِ فهِجْرَتُهُ إلى اللهِ ورَسُوْلِهِ ومَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيْبُها أو امرأةٍ يَنْكِحُهَا فهِجْرَتُهُ إلى ما هَاجَرَ إليهِ
Artinya : “Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada niatnya. Setiap orang akan mendapatkan apa yang ia niatkan. Siapa yang hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya untuk Allah dan Rasul-Nya. Siapa yang hijrahnya karena mencari dunia atau karena wanita yang dinikahinya, maka hijrahnya kepada yang ia tuju.” (HR. Bukhari dan Muslim) [HR. Bukhari, no. 1 dan Muslim, no. 1907]
Hadits ini menjelaskan bahwa setiap amalan benar-benar tergantung pada niat. Dan setiap orang akan mendapatkan balasan dari apa yang ia niatkan. Balasannya sangat mulia ketika seseorang berniat ikhlas karena Allah, berbeda dengan seseorang yang berniat beramal hanya karena mengejar dunia seperti karena mengejar wanita. Dalam hadits disebutkan contoh amalannya yaitu hijrah, ada yang berhijrah karena Allah dan ada yang berhijrah karena mengejar dunia.
Dari hadits di atas kita dapat menarik kesimpulan bahwa Allah melihat isi hati kita dan amal kita.
Macam-macam Niat
1. Niat Dalam Kebaikan
Termasuk rahmat Allah dan anugerah Allah adalah bahwa Allah telah menulis kebaikan hamba-Nya karena keinginan berbuat kebaikan. Contoh: Ketika hendak tidur kita berniat bangun pada sepertiga malam untuk melaksanakan qiyamul lail, namun keesokan harinya terbangun saat adzan subuh. Maka Insya Allah kita telah mendapat pahala dari apa yang kita niatkan sebelum tidur yakni pahala qiyamul lail.
2. Niat Dalam Keburukan
Keinginan yang melintas di dalam hati untuk berbuat keburukan belum ditulis dosa oleh Allah. Namun jika keinginan itu sudah menjadi tekad dan niat, apalagi sudah diusahakan, walaupun tidak terjadi, maka pelakunya sudah mendapatkan balasan karenanya.
Semua keterangan ini menunjukkan pentingnya peranan niat dalam ibadah. Oleh karena itu seorang muslim yang baik selalu membangun seluruh amalannya di atas niat yang baik, yaitu ikhlas karena Allah. Demikian juga seorang muslim akan selalu berusaha beramal berdasarkan Sunnah Nabi, karena hal ini sebagai kelengkapan niat yang baik. Karena semata-mata niat yang baik tidak bisa merubah kemaksiatan menjadi ketaatan. Seperti seseorang bershodaqoh dengan uang curian atau korupsi.

Niat secara Etimologi (Arab: نية Niyyat) yaitu hati menyengaja secara sadar terhadap apa yang dituju (dimaksud) mengerjakannya. Orang Arab menggunakan kata-kata niat dalam arti ‘sengaja’. Terkadang niat juga digunakan dalam pengertian sesuatu yang dimaksudkan atau disengajakan.
Dalam terminologi syar'i berarti adalah keinginan melakukan ketaatan kepada Allah dengan melaksanakan perbuatan atau meninggalkannya.
Pengertian niat dalam ensiklopedi hukum islam secara semantis berarti maksud, keinginan kehendak, cita-cita, tekad dan menyengaja. Secara terminologis ulama fiqh mendifinisikan dengan “tekad hati untuk melakukan sesuatu perbuatan ibadah dalam rangka mendekatkan diri semata-mata kepada Allah”.
Menurut syara’, niat ialah bergeraknya hati kearah sesuatu pekerjaan untuk mencapai keridhaan allah dan untuk menyatakan tunduk dan patuh kepada perintah-Nya.
Fungsi Niat
Niat memiliki 2 fungsi, yaitu:
1. Niat sebagai pembeda antara ibadah dengan ibadah lainnya. Setiap ibadah memiliki nama yang berbeda. Dengan kita melakukan niat, maka kita akan mengetahui jenis ibadah yang akan kita laksanakan. Contohnya: Apabila kita ingin melaksanakan puasa, maka yang harus kita lakukan adalah berniat berpuasa. Apabila kita ingin melaksanakan shalat, maka yang harus kita lakukan adalah berniat shalat.
2. Niat sebagai pembeda antara ibadah dengan adat istiadat lainnya. Contoh: Mandi adalah suatu adat istiadat atau kebiasaan. Tetapi dengan melafalkan atau berniat dalam hati untuk niat mandi besar, maka mandi tersebut bernilai ibadah.
3. Membedakan amal yang dilakukan karena riya dan karena ingin dunia.
Formulasi Niat
Formulasi niat adalah tata cara penggunaan atau penyusunan dalam pelafalan niat. Niat dilafalkan dalam hati saat memulai ibadah. Sebagai contoh, dalam shalat niat dilafalkan ketika takbiratul ihram. Dalam berwudhu, niat dilafalkan ketika membasuh wajah. Namun, ada pula niat yang dibaca sebelum melakukan ibadah. Contoh : dalam puasa ramadhan, niat diucapkan pada malam hari setelah shalat tarawih sampai sebelum fajar.
Formulasi niat berdasarkan jenis ibadahnya dibagi menjadi 3:
1. Ibadah Fardhu ( عِبَادَة الفَرْضُ)
Ibadah Fardhu disebut juga ibadah wajib. Contoh ibadah fardhu: sholat 5 waktu dan puasa ramadhan .
Formulasi niat untuk ibadah wajib adalah sebagai berikut:
عِبَادَة الفَرْضُ = قَصْدُ الْفِعْلِ + التَّعْيِيْن + الفَرْضُ
* Keterangan:
Berkehendak / yang akan dilakukan = قَصْدُ الْفِعْلِ
Nama ibadah =التَّعْيِيْن
Fardhu =الفَرْضُ
Contoh penerapan niat dalam ibadah fardhu sesuai dengan formulasi:
“Saya niat shalat fardhu dzuhur”
2. Ibadah sunnah yang memiliki nama (عِبَادَة ذَات سَبَبٍ )
Contoh ibadah sunnah yang memiliki nama: Zakat fitrah, puasa tasu’a, puasa senin kamis, dan lain-lain.
Formulasi untuk ibadah yang memiliki nama adalah sebagai berikut:
عِبَادَة ذَات سَبَبٍ = قَصْدُ الْفِعْلِ + التَّعْيِيْن
Contoh penerapan niat dalam ibadah sunnah yang memiliki nama sesuai dengan formulasi:
“Saya niat shalat dhuha”
3. Ibadah sunnah yang tidak memiliki nama ( عِبَادَة مُطْلَقَةْ)
Dalam suatu hadits disebutkan bahwa suatu ketika Rasulullah s.a.w.tidak menjumpai makanan dan akhirnya memutuskan untuk melanjutkan berpuasa karena sejak pagi memang sudah berpuasa :
Dan Telah menceritakan kepada kami Abu Kamil Fudlail bin Husain telah menceritakan kepada kami Abdul Wahid bin Ziyad telah menceritakan kepada kami Thalhah bin Yahya bin Ubaidullah telah menceritakan kepadaku Aisyah binti Thalhah dari Aisyah radliallahu ‘anha, ia berkata : “Pada suatu hari, Rasulullah s.a.w. bertanya kepadaku: “Wahai Aisyah, apakah kamu mempunyai makanan?” Aisyah menjawab, “Tidak, ya Rasulullah.” Beliau bersabda: “Kalau begitu, aku akan berpuasa.” Kemudian Rasulullah s.a.w. pun keluar. Tak lama kemudian, saya diberi hadiah berupa makanan, Aisyah berkata; Maka ketika Rasulullah s.a.w. kembali saya pun berkata, “Ya Rasulullah, tadi ada orang datang memberi kita makanan dan kusimpan untuk Anda.” Beliau bertanya: “Makanan apa itu?” saya menjawab, “Hais (yakni terbuat dari kurma, minyak samin dan keju).” Beliau bersabda: “Bawalah kemari.” Maka Hais itu pun aku sajikan untuk beliau, lalu beliau makan, kemudian berkata, “Sungguh dari pagi tadi aku puasa.” (H.R. Muslim No. 1950)
Formulasi niat untuk ibadah yang tidak memiliki nama adalah sebagai berikut:
عِبَادَة مُطْلَقَةْ = قَصْدُ الْفِعْلِ
Contoh penerapan niat dalam ibadah sunnah yang tidak memiliki nama sesusai dengan formulasi:
“Saya niat puasa”
Hukum Niat
Hukum niat dalam setiap ibadah adalah wajib. Allah berfirman:
وَمَآ أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللهَ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّينَ ....
Artinya: “Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya”. (QS. Al-Bayyinah : 5)
Dan makna memurnikan ketaatan kepada-Nya pada ayat di atas adalah niat yang ikhlas karena Allah.
Dari Amirul Mukminin, Abu Hafsh ‘Umar bin Al-Khattab radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إنَّمَا الأعمَال بالنِّيَّاتِ وإِنَّما لِكُلِّ امريءٍ ما نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إلى اللهِ ورَسُولِهِ فهِجْرَتُهُ إلى اللهِ ورَسُوْلِهِ ومَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيْبُها أو امرأةٍ يَنْكِحُهَا فهِجْرَتُهُ إلى ما هَاجَرَ إليهِ
Artinya : “Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada niatnya. Setiap orang akan mendapatkan apa yang ia niatkan. Siapa yang hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya untuk Allah dan Rasul-Nya. Siapa yang hijrahnya karena mencari dunia atau karena wanita yang dinikahinya, maka hijrahnya kepada yang ia tuju.” (HR. Bukhari dan Muslim) [HR. Bukhari, no. 1 dan Muslim, no. 1907]
Hadits ini menjelaskan bahwa setiap amalan benar-benar tergantung pada niat. Dan setiap orang akan mendapatkan balasan dari apa yang ia niatkan. Balasannya sangat mulia ketika seseorang berniat ikhlas karena Allah, berbeda dengan seseorang yang berniat beramal hanya karena mengejar dunia seperti karena mengejar wanita. Dalam hadits disebutkan contoh amalannya yaitu hijrah, ada yang berhijrah karena Allah dan ada yang berhijrah karena mengejar dunia.
Dari hadits di atas kita dapat menarik kesimpulan bahwa Allah melihat isi hati kita dan amal kita.
Macam-macam Niat
1. Niat Dalam Kebaikan
Termasuk rahmat Allah dan anugerah Allah adalah bahwa Allah telah menulis kebaikan hamba-Nya karena keinginan berbuat kebaikan. Contoh: Ketika hendak tidur kita berniat bangun pada sepertiga malam untuk melaksanakan qiyamul lail, namun keesokan harinya terbangun saat adzan subuh. Maka Insya Allah kita telah mendapat pahala dari apa yang kita niatkan sebelum tidur yakni pahala qiyamul lail.
2. Niat Dalam Keburukan
Keinginan yang melintas di dalam hati untuk berbuat keburukan belum ditulis dosa oleh Allah. Namun jika keinginan itu sudah menjadi tekad dan niat, apalagi sudah diusahakan, walaupun tidak terjadi, maka pelakunya sudah mendapatkan balasan karenanya.
Semua keterangan ini menunjukkan pentingnya peranan niat dalam ibadah. Oleh karena itu seorang muslim yang baik selalu membangun seluruh amalannya di atas niat yang baik, yaitu ikhlas karena Allah. Demikian juga seorang muslim akan selalu berusaha beramal berdasarkan Sunnah Nabi, karena hal ini sebagai kelengkapan niat yang baik. Karena semata-mata niat yang baik tidak bisa merubah kemaksiatan menjadi ketaatan. Seperti seseorang bershodaqoh dengan uang curian atau korupsi.
0 komentar:
Posting Komentar