ASSALAMUALAIKUM SELAMAT DATANG

Selasa, 19 Desember 2017

clip_image002[6]

PENGERTIAN SHALAT

  Menurut bahasa shalat artinya adalah berdoa, sedangkan menurut istilah shalat adalah suatu perbuatan serta perkataan yang dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam sesuai dengan persyaratkan yang ada. Shalat merupakan rukun perbuatan yang paling penting di antara rukun Islam yang lain sebab ia mempunyai pengaruh yang baik bagi kondisi akhlak manusia. Shalat didirikan sebanyak lima kali setiap hari, dengannya akan didapat pengaruh yang baik bagi manusia dalam suatu masyarakat yang merupakan sebab tumbuhnya rasa persaudaraan dan kecintaan di antara kaum muslimin ketika berkumpul untuk menunaikan ibadah yang satu di salah satu dari sekian rumah milik Allah SWT (masjid).


      Perintah shalat wajib lima waktu berlaku untuk semua orang mukalaf, termasuk mereka yang sakit selama ingatannya masih ada. Tujuan shalat adalah untuk mencegah perbuatan keji dan munkar. Orang yang sakit mungkin mengalami kesulitan dalam pelaksanaan shalat. Oleh sebab itu, Allah swt. dan rasul-Nya memberikan keringanan, sesuai dengan kondisi masing-masing. Begitu pentingnya shalat dalam Islam sehingga dalam keadaan bagaimanapun, seseorang tidak diperkenankan meninggalkan salah wajib meskipun dalam keadaan sakit, naik kendaraan, atau perang. Maka dari itu ada yang disebut dengan Shalat dalam Keadaan Darurat.


SHALAT DALAM KEADAAN DARURAT


     Shalat dalam Keadaan Darurat adalah shalat yang dilakukan dalam keadaan tidak normal, karena kesulitan dalam melaksanakan secara sempurna baik mengenai syarat maupun rukunnya. Shalat dalam keadaan darurat bisa dilakukan dengan berdiri, duduk, dan berbaring. Gerakan shalat seperti ruku dan sujud dilakukan dengan isyarat, misalnya anggukan kepala dan kedipan mata. Allah Maha tahu kondisi hamba-Nya. Shalat dalam Keadaan Darurat terdiri dari 3, yaitu :

1. Shalat dalam Keadaan Sakit

    a. Tata Cara Bersuci Bagi Orang Sakit
        Orang yang akan mengerjakan shalat harus suci dari hadats dan najis. Bersuci dari najis bagi orang yang sakit tidaklah menjadi masalah sebab semua yang merawat orang sakit dapat melakukannya. Akan tetapi, bersuci dari hadats seringkali orang yang merawatnya tidak mengerti apa yang harus mereka lakukan. Untuk lebih jelasnya, cara bersuci bagi orang sakit adalah sebagai berikut:
      1) Cara Berwudhu
Apabila orang sakit itu masih mampu menggunakan air, wudhu dapat dilakukan sambil duduk di tempat tidak dengan dibantu perawatnya. Apabila sudah tidak mampu menggerakkan anggota tubuhnya, orang sakit dapat diwudhukan oleh orang lain.
    2) Tayamum
Apabila orang yang sakit tidak sanggup menggunakan air (menurut pertimbangan dokter). wudhu boleh digantikan dengan tayamum, baik sebagai pengganti wudhu maupu pengganti mandi.

  b. Tata Cara Shalat bagi Orang Sakit
      Perintah shalat lima waktu berlaku untuk orang mukalaf termasuk orang sakit selama ingatannya masih ada. Orang yang sakit biasanya mengalami kesulitan dalam melaksanakan salah Oleh karena itu, Allah swt. dan Rasul-Nya memberikan keringanan, sesuai dengan kondisi masing-masing. Tata cara shalat bagi orang yang sakit dapat dilakukan dengan cara duduk berbaring (tidur miring), dan telentang.

1) Cara Shalat dengan Duduk
Orang sakit yang shalat dengan duduk, duduknya adalah duduk iftirasy (duduk antara dua sujud) atau menurut kemampuannya. Adapun bacaan dalam shalat, seperti niat, takbiratul ihrarn, bacaan doa iftitah, bacaan Surah al-Fatihah, bacaan surah selain al-Fatihah, rukuk, sujud, dan seterusnya sama dengan shalat sambil berdiri. Gerakan rukuk cukup dilakukan dengan membungkukkan badan sekadarnya. Iktidal dilakukan dengan duduk lalu sujud sebagaimana biasa, sedangkan duduk di antara dua sujud sama. Selanjutnya, duduk tasyahud akhir dilakukan dengan duduk tawaruk. Gerakan dan bacaan salamnya sama dengan shalat biasa.

2) Cara Shalat dengan Berbaring (Tidur Miring)
Apabila seseorang yang sakit mengerjakan shalat dengan berbaring, hendaklah ia berbaring ke sebelah kanan dengan menghadap kiblat. Bagi orang Indonesia yang berada di sebelah timur Ka'bah, shalat dilakukan dengan membujur kearah utara sehingga kaki berada di sebelah selatan.
Semua bacaan shalat dengan berbaring sama dengan bacaan shalat sambil berdiri. Adapun gerakan dalam shalat, seperti rukuk, iktidal, sujud, dan seterusnya cukup memberikan Isyarat dengan kepalanya atau kedipan mata.

3) Cara Shalat dengan Telentang
Apabila seseorang sakit dan mengerjakan shalat dengan telentang, hendaklah kedua kakinya dihadapkan ke arah kiblat. Jika memungkinkan, kepalanya diberi bantal agar mukanya dapat menghadap ke arah kiblat. Dengan demikian, ia tidur dengan kepala berada di sebelah timur dan kaki di sebelah barat.
Bacaan dalam shalat telentang sama dengan shalat sambil berdiri. Gerakan dalam shalatnya sama dengan gerakan shalat sambil berbaring (tidur miring). Jika seseorang yang mengerjakan shalat dengan telentang sudah tidak mampu lagi untuk memberikan Isyarat,

baginya tidak wajib melakukan apa-apa.

عَنْ عَليْ بْن اَبِيْ طَا لِبِ عَنِ النَبِيِّ صلي الله عليه وسلم قال يُصَلِّي الْمَرِيْضِ قَائِمًاإِنِ اسْتَطَاعَ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ صَلّيَ قَاعِدًا فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ اَنْ يَسْجُدَ أَوْمَأَ بِرَأْ بِرَأْسِهِ وَجَعَلَ سُجُوْدَهُ اَخْفَضُ مِنْ رُكُوْعِهِ فَإنْ لَمْ يَسْتَطِعْ أَنْ يُصَلّي قَاعِدًا صَلَّي عَلَي جَنْبِهِ الأَيْمَنِ مُسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ أَنْ يُصَلِّيَ مُسْتَلْقِيًا رِجْلَاهُ مِمَّايَلِي الْقِبْلَةِ

“Dari Ali bin Abi Thalib ra, telah bersabda Rasulullah saw tentang shalat orang sakit; jika kuasa seseorang shalatlah ia dengan berdiri, jika tidak kuasa shalatlah sambil duduk. Jika ia tidak mampu sujud maka isyarat saja dengan kepalanya, tetapi hendaklah sujud lebih rendah daripada ruku’nya. Jika ia tidak kuasa shalat sambil duduk, shalatlah ia sambil berbaring ke sebelah kanan menghadap kiblat.jika tidak kuasa juga maka shalatlah ia terlentang, kedua kakinya kearah kiblat.” (HR. Ad Daruquthni).

2. Shalat dalam Kendaraan
Seseorang yang sedang dalam perjalanan mendapat keringanan dalam sholat dengan cara jama’ atau qashar sekaligus jama’ qashar. Akan tetapi jika perjalanan yang dilakukan cukup jauh dan melampauhi dua waktu sholat tanpa berhenti untuk beristirahat, maka boleh mengerjakan sholat dalam kendaraan, (misalnya dalam bis, kereta api, kapal laut, pesawat dan lain-lain). Ada dua hal yang harus diperhatikan dalam kaitannya dengan shalat dalam kendaraan, yaitu tata cara bersuci dan praktik shalat dalam kendaraan.

a. Tata Cara Bersuci dalam Kendaraan

Apabila kamu sedang dalam kendaraan (naik bus misalnya) dan tidak ada kesempatan untuk

turun mengambil air wudhu, lakukan tayamum. Tepukkan kedua tanganmu pada dinding kendaraan atau kursi bagian belakang yang ada di depanmu. Usapkan sekali untuk wajah dan teruskan (tidak usah menepukkan tangan lagi) kedua telapak tanganmu bagian luar sampai pergelangan tangan.

b. Praktik Shalat dalam Kendaraan

Setelah selesai tayamum, lakukan shalat dengan cara sebagai berikut :

1) Apabila tidak mungkin melakukan shalat dengan berdiri (karena takut terjatuh dan sebagainya), lakukanlah shalat dengan duduk di tempat dudukmu.

سُئِلَ ا النبِي صَلى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَمَ عَنِ الصَلَاةِ فِي السَفِيْنَةِ قاَ لَ: صَلِ فِيْهاَ قَا ئِمًا اْلااَنْ يَخَا فَ الغَرَقَ

“Rasulullah saw ditanya oleh seorang sahabatnya, bagaimana cara saya sholat diatas perahu (pesawat) beliau bersabda shalatlah di dalam perahu/pesawat itu dengan berdiri kecuali kalau kamu takut tenggelam.” (HR. Ad-Daruquthni)

2) Apabila tidak mungkin dapat rukuk dan sujud sebagai mestinya, lakukan dengan Isyarat saja.

Agar tidak terganggu oleh orang-orang yang berada di kanan atau kirimu, beri tahu kepada mereka bahwa engkau mengerjakan shalat. Apabila perjalanan cukup jauh, engkau dapat melakukan shalat dengan cara menjamak atau mengqasarnya.

Usahakan agar pada waktu takbiratulihram engkau dapat menghadap kiblat. Jika tidak dapat (misalnya kendaraan terus menuju ke arah timur. utara, dan selatan), niatkan di dalam hatimu bahwa engkau menghadap kiblat. Sedangkan gerakannya, Jika dapat harus seperti sholat dengan berdiri, tetapi jika tidak dapat boleh dengan isyarat. Gerakan salam tetap dilakukan ke kanan dahulu, walaupun saat dikendaraan tidak menghadap ke arah barat.

3. Sholat karena Takut atau Shalat Khauf

Shalat khauf adalah shalat dalam keadaan bahaya atau takut (suasana perang). Shalat wajib dilakukan dalam keadaan apapun termasuk dalam keadaan bahaya (perang). Shalat dalam keadaan bahaya dilakukan diwaktu perang melawan musuh dan segala bentuk perang yang tidak haram seperti pertempuran melawan pemberontak atau orang-orang yang melawan pemerintahan yang sah atau melawan perampok, penjahat dan teroris yang semuanya dibolehkan dalam islam, sesuai dengan firman Allah :
                                                             
وَإِذَا    كُنتَ    فِيهِمْ    فَأَقَمْتَ    لَهُمُ    الصَّلَوٰةَ    فَلْتَقُمْ    طَآئِفَةٌ    مِّنْهُم    مَّعَكَ    وَلْيَأْخُذُوٓا۟    أَسْلِحَتَهُمْ    فَإِذَا    سَجَدُوا۟    فَلْيَكُونُوا۟    مِن    وَرَآئِكُمْ    وَلْتَأْتِ    طَآئِفَةٌ    أُخْرَىٰ    لَمْ    يُصَلُّوا۟    فَلْيُصَلُّوا۟    مَعَكَ    وَلْيَأْخُذُوا۟    حِذْرَهُمْ    وَأَسْلِحَتَهُمْ    ۗ    وَدَّ    الَّذِينَ    كَفَرُوا۟    لَوْ    تَغْفُلُونَ    عَنْ    أَسْلِحَتِكُمْ    وَأَمْتِعَتِكُمْ    فَيَمِيلُونَ    عَلَيْكُم    مَّيْلَةً    وٰحِدَةً    ۚ    وَلَا    جُنَاحَ    عَلَيْكُمْ    إِن    كَانَ    بِكُمْ    أَذًى    مِّن    مَّطَرٍ    أَوْ    كُنتُم    مَّرْضَىٰٓ    أَن    تَضَعُوٓا۟    أَسْلِحَتَكُمْ    ۖ    وَخُذُوا۟    حِذْرَكُمْ    ۗ    إِنَّ    اللّٰـهَ    أَعَدَّ    لِلْكٰفِرِينَ    عَذَابًا    مُّهِينًا


“Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu kamu hendak mendirikan shalat bersama-sama mereka, Maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (shalat) besertamu dan menyandang senjata, kemudian apabila mereka (yang shalat besertamu) sujud (telah menyempurnakan serakaat), Maka hendaklah mereka pindah dari belakangmu (untuk menghadapi musuh) dan hendaklah datang golongan yang kedua yang belum bersembahyang, lalu bersembahyanglah mereka denganmu.”

(QS. An Nisa: 102)


Ada tiga cara dalam melaksanakan shalat khauf, yakni :

1. Ketika musuh berada dalam posisi tidak pada arah kiblat dengan jumlah yang sedikit, sedangkan pasukan muslim jumlahnya lebih banyak dimana diperkirakan satu regu bisa menghadapi semua kekuatan musuh, maka imam harus membagi jama’ahnya menjadi dua regu :

a. Satu regu berdiri menghadap ke arah musuh untuk membentengi regu yang lain yang sedang melaksanakan shalat.

b. Regu yang lain berdiri shalat di belakang imam.

Lalu, imam shalat berjama’ah dengan regu di belakangnya satu raka’at. Setelah itu, imam berdiri tegak berdiri unntuk raka’at yang kedua, dan regu di belakang imam menyelesaikan shalatnya masing-masing hingga salam.

Selanjutnya, regu yang sudah selesai berbalik menghadap musuh menggantikan regu yang tadi melindunginya. Regu yang membentengi imam shalat berjama’ah pada raka’at pertama, sekarang bergiliran mengikuti imam untuk shalat sebanyak satu raka’at. Bagi imam, ini adalah raka’at kedua. Ketika imam menjalankn tahiyyat, regu ini langsung melanjutkan shalat sampai selesai salam. Imam duduk tahiyyat sambil menunggu merek mengucapkn salam bersama-sama.

2. Shalat khauf yang kedua adalah ketika musuh berada di arah kiblat dan terlihat oleh tentara muslim tanpa terhalang oleh apapun. Sedangkan tentara muslim berjumlah sangat besar. Imm bisa mengatur jama’ah menjadi dua shaf. Ketika imam takbiratul ikhram, diikuti oleh seluruh pasukan (karena sudah menghadap kiblat semua). Pada raka’at pertama, imam melakukan gerakan sampai sujud hanya diikuti oleh barisan pertama saja. Barisan dibelakangnya melindungi. Ketika imam bangun, barisan kedua langsung mengikutinya sampai dengan bersujud bersama imam, kemudian melakukan tahiyyat bersama barisan kedua dan mengucapkan salam bersama-sama.

3. Shalat khauf ketiga adalah ketika dalam suasana yang sangat gawat karena tengh berlangsungnya pertempuran, dimana semua pasukan sedang dalam keadaan berlaga pada jarak yang sangat dekat, bahkan saling berbenturan antara badan pasukan muslim dan pasukan musuh. Keadaan ini tidak memberi peluang sedikit pun untuk meninggalkan medan pertempuran. Bagi yang berkendaraan juga tidak bisa lagi turun dari kendaraan. Bagi yang berjalan kaki juga sudah tidak bisa lagi minggir keluar dari pertempuran. Dalam keadaan ini, pasukan bisa melaksanakan shalat sebisa mungkin, boleh sambil berjalan, boleh sambil berkendara, boleh tidak menghadap kiblat, boleh pula sambil memukul bertubi-tubi kepada lawan.
Desember 19, 2017   Posted by Teknik Informatika 1B UIN Jakarta with No comments

0 komentar:

Posting Komentar

Bookmark Us

Delicious Digg Facebook Favorites More Stumbleupon Twitter

Search